Thursday, November 10, 2011

Jalan-jalan ke Ibukota

Kisah ini berawal dari sebuah surat undangan.

Undangan pernikahan Prima dan Chandra di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Prima adalah teman ibuku. Oleh karena itu ibu ingin menghadiri acara pernikahan tersebut. Jogjakarta merupakan kota yang cukup jauh. Rencananya ibuku ingin berangkat bersama temannya, Nur yang tinggal di Jakarta. Mereka janjian di Station Pasar Senen. Dalam perjalanan dari rumah menuju St. Pasar Senen, akulah yang bertugas menemani ibuku sampai bertemu dengan temannya. Sebenarnya tugasku tidak hanya itu, sebelumnya aku diminta mengedit foto untuk diberikan kepada sang pengantin. Berikut foto hasil editanku.
Hari rabu sekitar jam 14.00 aku dan ibuku berangkat. Pertama naik angkot 05 jurusan Leuwiliang-Bubulak, kemudian naik angkot lagi jurusan Bubulak-Br.Siang, dan berhenti di Stasiun Bogor. Alhamdulillah jam 16.00 dah sampai di stasiun, padahal sepanjang perjalanan sempat terjebak macet di daerah Cemplang. Oke, kemudian kita pesan tiket kereta ke Manggarai. Kebetulan kereta yang mau berangkat adalah kereta eksekutif, jadi kita beli tiket yang eksekutif. Sebenarnya ini adalah kali kedua aku menggunakan jasa kereta. Dulu sempet naik kereta bersama teman-teman PLP SMAN 1 Bogor, yaitu Entin dan Ainun dalam rangka jalan-jalan ke rumah saudaranya Ainun di Depok. Oke, tidak lama menunggu kereta pun akhirnya berangkat. Awalnya aku bingung, "kok di gerbong ini laki-lakinya cuman aku doang ya". Tak lama kemudian datang seorang petugas menghampiri kita, "maaf mas ini gerbong khusus wanita". "Haha, ternyata khusus wanita", tertawaku dalam hati. "Tapi mas saya ingin bersama ibu saya", pintaku. "Oke klo ingin bareng, silakan duduk di gerbong campuran", jawab petugas. "Iya deh mas" jawabku. Akhirnya kami pindah gerbong.

Pukul 17.00 kita sampai di Stasiun Manggarai. Tak terasa sudah satu jam berada di kereta. Berhubung aku belum shalat ahsar, jadi aku shalat dulu. Ibuku sudah menjama taqdim shalat asharnya. Shalat jama adalah shalat yang dikumpulkan. Hal ini bisa dilakukan untuk orang yang sedang dalam perjalanan atau orang yang sakit. Shalat Jama di bagi menjadi dua macam, yaitu Jama Taqdim dan Jama Takhir. Jama taqdim adalah mengumpulkan shalat pada waktu awal, misalnya Shalat Ashar dikumpulkan pada waktu Dzuhur dan Shalat Isya dikumpulkan pada waktu Magrib. Sedangkan Jama Takhir adalah mengumpulkan shalat pada waktu akhir, misalnya Shalat Dzuhur dikumpulkan pada waktu Ashar dan Shalat Magrib dikumpulkan pada Waktu Isya. Dalam melaksanakan shalat Jama Takhir, laksanakan dulu Shalat pada waktu yang semestinya, misal pada saat mengumpulkan Shalat Dzuhur dikumpulkan pada waktu Ashar maka kerjakan dulu shalat Asharnya baru dilanjutkan dengan Shalat Dzuhur. Begitu deh, oia lupa kalo mau menjama shalat gak boleh diselang dzikir dulu lho.

Oke setelah shalat, maka perjalanan dilanjutkan menuju Stasiun Pasar Senen. Selama menunggu aku shalat, ternyata ibu sudah bertanya-tanya jalan menuju St. Senen. Katanya kita bisa naik metro mini nomor 17. Akhirnya kita ke jalan mencari metro mini tersebut. Tak lama kemudian ada supir Bajaj menwarkan jasa. Berhubung aku seumur-umur belum pernaik naik Bajaj, akhirnya aku putuskan untuk naik Bajaj. Ternyata ongkosnya 25 ribu. "Tarif segitu mahal gak ya?", tanyaku dalam hati. Kemudian aku mengambil asumsi, mungkin jaraknya jauh. Ternyata eh ternyata, setelah sampai di St. Senin, aku rasa jaraknya tidak terlalu jauh. "Hmm, tapi gak apa-apa lah, ini kan kali pertama aku naik bajaj, itung-itung pengalaman", pikirku dalam hati. Inilah bajaj yang kita tumpangi.
Mesin Bajaj ternyata sama dengan mesin Vespa. Posisi gas terletak di tangan kanan, di tangan kiri ada kopling, kemudian di posisi kaki ada gigi dan rem. Tuh kan, dengan 25 ribu aku jadi tau secara langsung cara mengendarai Bajaj itu seperti apa.

Oke, sesampainya di St. Senen, kami pun melaksanakan shalat Maghrib kemudian menjama Taqdim Shalat Isya. Setelah beres, kita pun keluar dan eh mbak Nur sudah ada di luar. Ia sedang makan di kedai Soto. Lalu kami menghampirinya. Berhubung mbak Nur belum Shalat jadi gantian deh, kita makan dan mbak Nur shalat. Sesudah mbak Nur beres shalatnya, akhirnya aku pamit pulang ke rumah, sedangkan Ibu dan mbak Nur melanjutkan perjalanan menuju Jogja.

Dalam perjalan pulang, aku harus menemukan metro mini no 17 yang menuju Manggarai. Aku tidak mau naik Bajaj lagi, karena ongkosnya yang cukup mahal. Apalagi taksi ya, pasti lebih mahal. Berhubung aku juga belum pernah naik metromini akhirnya aku putuskan untuk naik metromini menuju Manggarai. Pada malam itu, cukup sulit mencari metro mini no. 17. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya aku menemukannya. Bising sekali mesin metromini itu, sampai-sampai lagu yang aku dengankan lewat earphone tidak terdengar.

Sesampainya di manggarai, aku beli tiket. Awalnya aku tanya dulu mana yang lebih dulu berangkat. Katanya yang ekonomi. Kemudian aku beli tiket ekonomi, eh pas aku sudah di depan keretanya, eh keretanya malah berangkat. Aku terlambat, namun kupikir tak apa-apa, toh keretanya penuh banget. Lalu, aku kembali ke loket dan menanyakan kembali kereta yang lebih dulu datang untuk tujuan ke bogor. Untung sekarang yang eksekutif yang lebih dulu datang. Akhirnya aku beli tiket dan bergegas menuju jalur keretanya. Alhamdulillah keretanya belum datang. Tak lama kemudian, kereta pun datang dan terkejutnya aku ketika melihat kereta yang sudah penuh. Namun tak berpikir panjang aku langsung saja masuk, karena kupikir masih ada tempat meskipun harus berdiri. Inilah foto kondisi kereta menuju bogor pada malam itu.
Kondisi di atas berbeda dengan kondisi pada saat berangkat dari bogor menuju manggarai. Waktu itu aku masih bisa duduk tapi sekarang, wuih selama 1 jam aku harus berdiri, sampai akhirnya aku tiba di stasiun bogor dan melanjutkan perjalanan dengan mengunakan angkot. Sekitar jam 21.30 aku sampai di rumah.

Begitulah ceritaku, mudah-mudahan banyak pengalaman baru yang lebih seru lagi.

No comments:

Post a Comment